Tidak Bernada

 


"Ngegas mulu lu mah."

"Gak usah marah kali."

"Jutek amat sih."

"Ih dia baek banget ama gua."

"Sumpah, gua dikasi perhatian mulu sama dia."

 

Sebenarnya salah paham sudah sering terjadi sebelum pandemi ini datang, tapi semenjak pandemi, salah paham lebih sering terjadi, terutama saat kita sedang chatting.

 

Balas singkat, dibilang cuek.

Balas dengan huruf kapital, dibilang marah.

Balas dengan huruf akhir dilebihkan, dibilang terlalu perhatian.

Balas dengan emotikon, dibilang berlebihan.

Balas dengan tanda seru dibelakang, dibilang ngegas.

 

Sebuah pesan yang menurut kita biasa saja, bisa jadi menurut orang lain tidak.

 

Padahal pesan itu tidak bernada, lantas tahu dari mana kita kalau lawan bicara kita sedang marah? sedang senang? sedang sedih?

 

Karena pesan yang tidak bernada ini seringkali membawa kita kepada salah paham yang sangat beragam.

 

Ada yang akhirnya jadi berantem, ada juga yang akhirnya jadi kesengsem.

 

Ada yang mengira lawan bicaranya punya rasa, padahal lawan bicaranya hanya berusaha ramah.

 

Ada yang mengira lawan bicaranya sedang marah, padahal lawan bicaranya hanya tidak bisa melihat gawainya terlalu lama.

 

Mungkin untuk banyak orang, itu hanya terasa diawal, tapi setelah mengenal lebih dalam, biasanya kita akan tahu kalau ternyata memang gaya lawan bicara kita seperti itu.

 

Sebenarnya kita hanya perlu memahami dan menangkap apa yang lawan bicara kita sampaikan. Tidak perlu melebihkan dan tidak perlu mengurangkan.

 

Tidak perlu melebihkan, menyamakan pesan yang terlihat ramah dengan nada yang manja.

 

Tidak perlu mengurangkan, menyamakan pesan yang terlihat cuek dengan nada yang jutek.

 

Cukup untuk kita saling memahami agar bisa saling meladeni.


Bekasi, 11 Januari 2021

0 comments:

Posting Komentar