Melalui Badai

 


Setiap kita, pasti punya badainya masing-masing.

Setiap kita, pasti punya caranya masing-masing dalam melalui badainya.

 

Badai paling besar yang pernah aku hadapi terjadi saat aku masih kecil. Ketika aku sudah lancar berjalan, tiba-tiba aku diterpa sebuah badai yang membuatku tidak bisa berjalan.

 

Aku melewati 2 fase belajar jalan saat masih kecil dan ya, alhamdulillah aku bisa melewatinya.

 

Awalnya ketika aku bisa jalan kembali, aku kira badaiku sudah usai, ternyata itu baru permulaan saja.

 

Setelah aku bisa berjalan, aku kembali diterpa badai selanjutnya, badai yang membuatku merasa tidak percaya diri. Bagaimana tidak, setelah badai pertama itu gaya jalan-ku menjadi berbeda dari yang lain. Entah apa aku sering dihina atau tidak, aku lupa. Yang aku ingat aku pernah menjadi sangat marah ketika aku diusik karena kaki-ku. Tanganku yang mungil saat itu mencengkeram kerah anak kecil yang mengusik. Pertama kali dalam hidupku, aku memakai sedikit kekerasan(?).

 

Bukan hanya gaya berjalan, tapi aku sempat dibuat frustrasi karena tidak bisa memakai sendal, ah, kalau diingat, sungguh membuat mata ini berkeringat. Tapi aku jadi sadar, bahwa aku tidak sendiri, ketika aku frustasi karena tidak bisa pakai sendal seragam saat acara khitanan sepupuku, sepupuku yang lain akhirnya memutuskan untuk tidak pakai sendal seragam itu juga, jika diingat kembali, ah, ternyata aku tidak sendiri, akan selalu ada yang sayang denganku, apapun yang terjadi.

 

Beranjak dewasa, aku sudah mulai sedikit percaya diri. Tidak memedulikan apa kata orang, tapi ketika ada yang bertanya mengapa seperti itu gaya jalannya, sudah pasti akan ku jelaskan dan banyak dari mereka yang akhirnya paham.

 

Semakin dewasa semakin aku mengerti untuk bisa menangani badai yang masih ku lewati hingga detik ini. Seperti aku selalu memakai sepatu ke mana pun aku pergi, karena dengan beban yang lebih bisa membuat gaya jalanku terlihat biasa.

 

Semakin dewasa semakin aku memaksa untuk terbiasa dengan badai ini. Mulai dari melanggar perintah dokter untuk tidak bermain bola sampai akhirnya balik ke rumah sakit dan membuat dokter geleng-geleng kepala. Tapi dokter sempat kaget, karena dia mengira pertumbuhan kaki-ku akan sedikit melambat dan karena aku sering memaksa untuk bermain bola dan lainnya, kaki-ku akhirnya tumbuh dengan normal.

 

Ya terkadang banyak hal yang harus kita paksa, bukan memaksa kehendak, tapi lebih memaksa diri ini agar tidak menyerah pada satu badai dan tetap berdiri tegap. Karena beberapa hal memang harus dipaksa, untuk membuat kita sadar bahwa sebenarnya kita punya kemampuan yang di luar nalar kita, membantu kita sadar sebenarnya kita bisa melewati badai tersebut, jika berusaha.


Bekasi, 16 Januari 2021

0 comments:

Posting Komentar