Semua bermula dari kejenuhan saat jam pelajaran, bukan jenuh
karena gak merhatiin, tapi jenuh kadang ada guru yang doyannya cerita, bahkan
banyakan cerita dari pada belajar. Jadi kalo lagi males dengerin ceritanya, aku
suka coret-coret iseng. Awalnya cuma coret-coret, lama-kelamaan berubah jadi
coretan yang sedikit bermakna, sampai berubah jadi cerita.
⠀⠀⠀⠀
Ya, di setiap pelajaran yang "isinya cuma cerita"
aku jadi sering nulis cerita, ketimbang dengerin cerita. Sampai jadi satu buah
naskah dengan cerita yang masih amburadul. Mulailah dibaca lagi, koreksi lagi,
edit lagi, terus begitu, sampai yakin kalo naskah ini tuh sudah perfect
(menurutku).
Akhirnya karena merasa sudah perfect, aku mencoba untuk
mengirimkannya ke salah satu redaksi terkenal (kelihatan kok di fotonya). Di
tengah perjalanan, gak sengaja lihat postingan tentang "Kelas Menulis
Raditya Dika", dan aku pikir-pikir bagus juga buat ikutan, karena salah
satu kelasnya bahas tentang "Kesalahan Penulis Pemula".
Mendengar kelas dari bang Raditya Dika, aku ngerasa naskah
yang sudah jadi ini seperti sia-sia. Banyak banget kesalahan yang aku lakukan.
Bahkan kalo mau dikoreksi lagi juga kayak nulis ulang. Tapi apa boleh buat,
namanya juga pemula.
Sempet mikir buat mengurungkan niat untuk ngirim naskah,
tapi karena anaknya suka iseng, akhirnya tetep nyoba buat kirim naskah itu.
Sekitar hampir satu tahun nunggu, dan jeng jet, naskah itu
tertolak. Gak kaget sih kenapa bisa tertolak, wong banyak kesalahan kok. Tapi
sejak saat itu aku jadi sering nulis, walau kenyataannya tulisan yang ditulis
di buku gak pernah benar-benar mendarat ke pc. Ada aja kendala yang
menghampiri.
Intinya sih aku belajar buat lebih giat lagi belajar dari
kesalahan yang lalu, dan jangan terburu-buru buat mencapai sesuatu, semua itu
butuh proses kan.
Bekasi, 10 Januari 2019
0 comments:
Posting Komentar