Salah Persepsi saat Pandemi


Akhirnya bisa sholat Idul Adha di luar, tentu dengan mematuhi protokol kesehatan yang ada.

Tentu kita semua pasti merasa bosan dengan karantina, tapi mau bagaimana lagi, kita masih diuji kesabarannya oleh yang Maha Kuasa.

Foto hanya pemanis, pada dasarnya aku hanya ingin bercerita tentang kejadian yang sering aku temui saat karantina beberapa bulan terakhir ini.

Selama karantina, banyak hal-hal yang menjadi berubah, bahkan hampir goyah. Seperti komunikasi dengan manusia, mungkin awal-awal karantina kita masih seperti biasa berkomunikasi, tidak ada yang berbeda. Namun selang beberapa bulan, mulai timbul kesalahpahaman diantara kita, bisa jadi tutur bahasa kita yang salah atau mungkin kita yang sudah mulai sensitif dan mudah marah. Karena bisa kita bayangkan sendiri, selama berbulan-bulan kita hanya di rumah dan jarang berinteraksi dengan banyak orang, beruntung bagi mereka yang memiliki keluarga, tetapi tidak semua yang memiliki keluarga beruntung, ada juga mereka yang tetap tidak bisa berinteraksi dengan keluarga dikarenakan mereka tidak dekat dengan keluarganya.

Tapi menurutku semua itu wajar, kita sebagai makhluk sosial pasti akan merasa jenuh jika terlalu lama mendekam di dalam rumah tanpa ada interaksi secara langsung, bahkan mereka yang kurang suka tempat keramaian juga mungkin jenuh dengan hal ini.

Ada yang tadinya jauh, tapi karena karantina malah semakin jauh. Ada juga yang tadinya dekat, tapi karena karantina malah jadi jauh. Walaupun ada dari kita yang hubungannya mulai goyah, tapi itu tidak semua bukan? Ada yang tadinya jauh, sekarang malah tambah dekat karena karantina. Banyak hal-hal yang tidak bisa kita prediksi selama karantina, satu-satunya cara agar kita bisa tetap menjaga hubungan kita adalah dengan saling memahami satu sama lain.

Bagaimana caranya? Ini menurutku ya, bisa benar bisa salah. Mungkin kita bisa saling memahami perasaan atau mood seseorang. Contoh, ada yang selama karantina jenuh dengan interaksi via sosial media dan menjadi marah ketika kita diajak berbicara, itu wajar, karena dia sedang jenuh, jadi tolong pahami, dan jangan dibesar-besarkan. Ada juga yang selama karantina maunya ngobrol terus, sehingga lawan bicaranya jadi bosan dan malas menanggapi, itu wajar, tolong dipahami dan jangan dibesar-besarkan. Dan jika kedua orang itu bertemu, keduanya harus bisa untuk saling memahami, berat memang, tapi bukankah tidak lucu ketika hubungan menjadi rusak karena karantina? Yang satunya mungkin ingin tetap menjaga komunikasi, tapi malah membuat lawan ngobrolnya sensi atau bisa jadi yang satunya memang sedang sensi dan ingin rehat, eh tapi malah diajak ngobrol dan malah bikin tambah penat.

Dari kejadian itu mungkin ada yang biasa saja dan menganggapnya angin lalu, tapi untuk sebagian orang ada yang menganggapnya serius dan jadi kepikiran terus. Memang saling memahami adalah jurus paling ampuh yang bisa kita terapkan sekarang.

Dan terakhir pesan untuk kita.

Kita harus sadar, bumi tanpa ada kehadiran manusia tidak akan menjadi musnah, akan tetapi manusia akan menjadi lemah jika bumi yang kita tinggali ini tidak sedang baik-baik saja. Jadi jika nanti bumi kita sudah sehat kembali, mohon dijaga, dari hal yang paling kecil, seperti membuang sampah pada tempatnya, karena jika yang kecil saja sudah susah dilakukan, bagaimana dengan hal-hal yang besar.

Jakarta, 31 Juli 2020

0 comments:

Posting Komentar